BERSHALAWAT.COM - Kegiatan Simposium Sastra Pesantren 2022 yang digelar di Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur diikuti puluhan peserta dari berbagai latar belakang.
Dalam rilis yang diterima pada Ahad, 4 Desember 2022 malam, Akhmad Taufiq, salah seorang panitia mengatakan kegiatan simposium ini merupakan salah satu pembahasan menarik di tengah kejumudan wacana sastra mutakhir.
"Tentu ini, menjadi penanda kultural yang baik, sekaligus memberikan ruang baru dinamika sastra, khususnya sastra pesantren di Tanah Air," katanya dilansir Bershalawat.com dari Antaranews.com.
Ia mengatakan Simposium Sastra Pesantren 2022 ini mengambil tema "Merumuskan ulang sastra pesantren" dan digelar di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Kabupaten Jombang.
Baca Juga: Tafsir Tahlili Surat Al Baqarah Ayat 26: Rumitnya Rancangan Penciptaan Nyamuk, Bukti Wujudnya Allah
Dalam simposium itu menurutnya dapat dirumuskan rambu-rambu gagasan dan pemikiran, serta gerakan sastra pesantren, yakni sastra pesantren lahir dari kebutuhan budaya sehingga keberadaannya selalu terikat kemanusiaan dan peradaban ugahari, yang dapat diperlakukan sebagai kode-kode multidimensional minimal empat kode, yaitu kode bahasa, kode sastra, kode budaya, dan kode spiritual.
Kedua, secara definitif dan konstitutif, sastra pesantren selalu memiliki dinamika sendiri dalam satuan ruang dan waktu, sehingga formulasi sastra pesantren tidak membeku dalam satuan zaman dan satuan ruang.
Terdapat hal yang tetap dan berubah dalam perkembangan sastra pesantren. Sastra pesantren lama terkait dengan hal-ihwal yang terdapat di sekitar dunia pesantren. Sastra pesantren baru tidak dapat dilepaskan dengan perkembangan ke masa-silam , kekinian dan ke masa depan dengan adanya aksentuasi-aksentuasi baru.
"Oleh karena itu, secara holistik, sastra pesantren bersumber dari tradisi sastra lisan, sastra tulis manuskrip, sastra tulis cetak, dan sastra digital," kata dia.
Baca Juga: Imam Nawawi Ajarkan Surat yang Sunnah Dibaca Setiap Hari, Ada Surat Apa Saja? Simak Disini!
Ketiga, sastra pesantren lahir dari imperatif sejarah kemanusiaan dan peradaban. Oleh karena itu, sastra pesantren hadir secara organik tumbuh dan berkembang dalam lapangan diskursif dan aksional seiring dengan perkembangan pengetahuan, relasi kekuasaan dan dinamika zaman.
Keempat, secara historis, sastra pesantren melintasi batasan-batasan literer dan kultural sehingga sastra pesantren bercorak intergenerasional, interkultural, dan interseksional.
Sebab itu, kata dia, eksistensi, posisi, dan status serta perkembangannya tidak dapat dikotak-kotakan dalam satuan bentuk dan fungsi. Di sinilah corak dan ragam sastra pesantren sering hadir secara bersama-sama dan berkesinambungan dalam keserentakan waktu, walaupun berbeda ruang geografis dan geokultural.
Kelima, untuk ciri penanda distingtif sastra pesantren terletak pada lintas bahasa, ideologi, spirit, elan vital, ruh atau jiwa kepesantrenan yang menekankan tafaquh, syiar, juga ekspresi. Kesadaran diri itulah yang membuat sastra pesantren bergerak dan berkembang sehingga sastra pesantren bercorak integratif sekaligus instrumental antara yang indah, berfaedah dan kamal.
Artikel Terkait
Sikapi Perusakan Pesantren Di Lombok, Menag: Ceramah Jangan Undang Emosi!
Innalillahi! Pesantren Miftahul Khoirot di Karawang Jawa Barat Kebakaran, 8 Santri Meninggal Dunia
Berikut Pengertian Pesantren dan Apa Saja yang Dipelajari! Calon Santri Wajib Tahu!
Ada yang Hampir Berusia 3 Abad, Ini Dia 4 Pesantren Tertua di Indonesia, Penasaran? Yuk Baca Tuntas!
Kemenag Siap Cairkan Dana BOS Tahap II Untuk 2.553 Pesantren, Ayo Awasi Jangan Sampai Dikorupsi!